Membangun Pertanian dari Akar Permasalahan

Betapa ironis dan tragis melihat Indonesia yang memiliki potensi pertanian sedemikian besar dan melimpah, dengan jumlah penduduk miskin dan pengangguran yang besar dan cenderung meningkat secara absolut, justru mengimpor hasil pertanian. Juga ironis bahwa yang diimpor itu termasuk pangan dan ternak dalam bentuk segar maupun olahan dalam jumlah besar. Bahkan ironis sekali betapa Indonesia malah harus belajar dan studi banding pertanian ke negara yang dulu pernah belajar dan mendalami pertanian di Indonesia, seperti Vietnam dan Malaysia.

Ketika negara lain berlomba menguasai pasar produk pertanian dunia termasuk pasar Indonesia, kita berbuat apa? Ketika lebih dari 60% isu yang dibahas pada setiap sidang WTO, ketika negara lain menggunakan berbagai cara dan strategi untuk membangun dan mengembangkan pertaniannya, ketika negara maju mengembangkan industri dan teknologi tinggi yang berbasis pertanian, kita di indonesia melakukan apa? Kita hanya sibuk membahas satu topik permasalahan saja, yaitu persoalan tanah dan lahan pertanian di Indonesia.

Memang benar persoalan tanah dan lahan pertanian merupakan potret nyata yang tidak bisa dipisahkan untuk mencapai pertanian yang maju bahkan untuk mencapai swasembada pangan Nusantara. Namun kita tidak bisa terfokus hanya pada permasalahan ini. Pembangunan pertanian harus dilakukan secara menyeluruh, serta harus komprehensif. Ini bukan pekerjaan yang mudah dan sederhana, serta tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

Maksud dari pembangunan dibidang pertanian tidak hanya sekedar penggiatan kembali atau penghidupan kembali, tetapi memiliki makna yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih lebar. Wawasannya lebih jauh dan maknanya lebih komprehensif. Pembangunan pertanian dalam pengertian luas meliputi berbagai upaya pemberdayaan, penguatan, perubahan ke arah yang lebih baik, pembaruan, dan modernisasi. Selain itu juga membuat lebih bermartabat, peningkatan kinerja, harmonisasi, sinergisme antar sektor dan subsektor, keterpaduan, menumbuhkembangkan kesisteman dari hulu sampai hilir serta peningkatan nilai tambah, berkelanjutan dan semakin berkualitas. Pembangunan dibidang pertanian kita harus berpacu dengan waktu, setiap menit harus diisi dengan karya membangun pertanian. Globalisasi sudah digelar, tidak bisa ditawar lagi, cepat atau lambat pertanian nasional harus berhadapan dengan pasar yang bersaing ketat. Kita tidak boleh menunggu, karena menunggu berarti ketertinggalan dan akan tereliminasi dari kompetisi. Jangan, jangan, dan jangan sampai terjadi.

Sering kali kebijakan dalam pembangunan pertanian ini hanya bersifat sementara dan seperti pemadam kebakaran, tidak menyelesaikan dan tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Bahkan upaya penyelesaian itu cenderung menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks. Tentunya kita tidak menginginkan hal yang demikian. Oleh karena itu, perlu diprogramkan secara bertahap. Penulis mencoba menjelaskan beberapa item yang harus ditelaah pembangunan pertanian kita untuk mencapai swasembada pangan yang signifikan.

Pertama, Political Will. Dimasa lalu, political will untuk membangun pertanian ditandai dengan pencanangan pembangunan pertanian pangan padi melalui Turba (turun ke bawah), Bimas (bimbingan massal), Inmas (intensifikasi massal) yang puncaknya dinikmati tahun 1984 ketika Indonesia untuk pertama kalinya mencapai swasembada beras.

Satu bentuk political will, selain harus ada payung hukum, adalah dengan mengembangkan program seperti 8 sukses di zaman Orde Baru. Jadi, pemerintah daerah ditugaskan secara politik untuk membangun pertanian dan kinerjanya ditentukan antara lain oleh kemajuan sektor pertanian di daerahnya.

Kedua, Mind Set (Cara Pandang). Cara pandang masyarakat mengedentikkan kegiatan pertanian yang bersifat kumuh, kuno, tradisional, mencangkul, inferior, risiko tinggi, tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi petani, petani pakai caping, berlumpur, dan seterusnya. Image seperti ini sangat merugikan sektor pertanian, antara lain menjadi tidak menarik bagi generasi muda dan tidak menarik bagi investor. Bahkan hal ini akan membangun opini yang membuat perbankan sangat sulit memberikan kreditnya, secara riil menjadi prioritas papan bawah dari APBN sehingga pertanian Indonesia tidak bisa berkembang seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu cara pandang terhadap pertanian harus dibalik, yakni bahwa pertanian itu juga usaha yang menjanjikan kemakmuran dan penghasilan yang tinggi. Pertanian dengan menggunakan tekhnologi tinggi tidak harus kumuh, berlumpur, atau tradisional seperti petani-petani di negara maju.

Bertani akan mengangkat harkat dan martabat seseorang. Dengan bertani orang menjadi percaya diri, menikmati dunia luar, berwisata, naik haji, beli mobil, rumah mewah, dapat menyekolahkan anak-anaknya keperguruan tinggi, bahkan sampai pada pendidikan di luar negeri. Ini semua bisa terjadi. Kenapa tidak? Harus ada gerakan nasional perubahan cara pandang terhadap pertanian melalui sosialisasi, kampanye, penyuluhan, dan lain-lain.

Ketiga, Kebijakan Makro Ekonomi. Bila political will pemerintah sudah tegas, cara pandang terhadap pertanian sudah benar, kebijakan makro ekonomi harus mendukung pembangunan pertanian. Tidak ada lagi keragu-raguan atau keengganan untuk bercengkrama dengan pertanian. Kebijakan makro ekonomi harus berpihak pada pertanian, dan ini wajib hukumnya.

Anggaran APBN misalnya, tidak usah sampai 20% seperti sektor pendidikan. Cukup mengalokasikan 5-10% untuk sektor pertanian akan mampu mempercepat pembangunan pertanian. Pemberian insentif bagi investor di sektor pertanian dalam bentuk tax holiday, subsidi pupuk ditingkatkan, special window kredit untuk pertanian dengan bunga rendah. Bahkan pembentukan bank pertanian atau bank pedesaan harus menjadi prioritas, serta keringanan pajak (PPn dan PPh). Sayangnya, saat ini berbagai kebijakan makro ekonomi yang ada tidak banyak memberikan iklim kondusif yang mendorong pertanian.

Keempat, Pemilikan Lahan. Faktor produksi utama pertanian adalah lahan. Di indonesia, sebagian terbesar (>80%) lahan pertanian diusahakan oleh petani dengan luas lahan yang sempit sehingga tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani. Kebijakan pertanahan untuk sektor pertanian sangat diperlukan:

  • Penetapan lahan pertanian abadi, yang tidak dapat dialih fungsikan oleh siapa pun dan kapan pun, yang didukung oleh undang-undang. Hal ini sangat penting untuk menangani ketersediaan lahan bagi pertanian, terutama untuk mewujudkan dan mempertahankan swasembada pangan. 
  • Penataan Pertanahan atau Landreform, dalam pengertian redistribusi lahan bagi petani-petani yang memiliki lahan sempit saat ini dengan suatu sistem yang disepakati, sehingga petani memiliki atau menguasai lahan untuk usaha tani yang memenuhi skala ekonomi, misalnya minimal 2 ha tiap keluarga petani. 
  • Mencegah fragmentasi pemilikan lahan dalam pengertian bahwa menghindari berkurangnya luas pemilikan lahan ditingkat petani. Hal ini akan bersentuhan dengan sistem warisan dan harus diatur dalam undang-undang. 
  • Pembatasan luas pemilikan lahan perorangan dengan pengenaan pajak progresif bagi petani yang memiliki lahan lebih dari jumlah tertentu. Misalnya, kalau lebih dari 2 ha, maka kelebihan lahan yang dimiliki tersebut dikenakan pajak yang lebih tinggi. 
  • Pengoptimalan lahan tidur, yaitu lahan milik perorangan atau badan hukum yang tidak dimanfaatkan dikenakan pajak yang tinggi sehingga tidak mendorong orang untuk mengoleksi lahan, namun tidak dimanfaatkan. 
  • Menghindari laju alih fungsi lahan pertanian 
  • Menghindari kerusakan sumberdaya lahan, diusahannya kelestarian hutan yang selain sebagai “bank plasma nutfah”, juga ditentukan dan dijaminnnya ketersediaan air bagi irigasi pertanian. 
Kelima, Aplikasi teknologi. Teknologi pertanian sesungguhnya sudah maju terutama dinegara seperti Amerika, Eropa, Israel, Australia, dan di beberapa negara Asia. Di Indonesia, aplikasi teknologi dibidang pertanian relatif masih tertinggal dibanding negara-negara seperti Thailand, Filipina, Taiwan, apalagi dengan negara-negara maju tersebut diatas.

Di Indonesia yang sebagian besar (>80%) pertanian diusahakan oleh petani kecil, introduksi teknologi berjalan lamban. Mungkin baru pada tanaman padi yang relatif telah banyak memanfaatkan teknologi seperti varietas unggul, pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian (alsintan), dan lain-lain. Tetapi untuk komoditas pertanian lainnya relatif masih sangat terbatas. Dan paling tidak ada tiga penyebab aplikasi teknologi tersebut terlambat:
  • Petani tidak siap, tidak mau, dan tidak mampu memanfaatkan teknoligi, termasuk didalamnya sistem budidaya bertani yang diwariskan turun-temurun. Hal ini dikarenakan teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian tidak didesiminasi ke petani.
  • Teknologi yang dihasilkan, Proses dan mekanisme transformasi teknologi tidak efektif, seperti penyuluhan yang lemah.
Dalam rangka pembangunan pertanian untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu produksi, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu produksi serta perbaikan sistem pascapanen untuk menghindari kehilangan yang besar, peranan aplikasi teknologi sangat menentukan.

Perjalanan bangsa masih panjang, kebutuhan hasil pertanian tidak akan pernah berhenti sepanjang peradaban manusia masih ada. Kebutuhan itu cenderung meningkat, baik untuk konsumsi langsung masyarakat, untuk industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, bahan bakar, hingga industri senjata biologis yang sangat menakutkan, merupakan peluang dan tantangan pembangunan pertanian ke depan. Dan Indonesia harus mengambil bagian untuk berkonstribusi secara signifikan meraih peluang-peluang itu. Bentangan geografis Indonesia dari Sabang sampai Merauke, jengkal demi jengkal, merupakan potensi yang yang tidak dapat diabaikan, harus diberdayakan, dimanfaatkan, diolah, dan dijadikan lahan produktif untuk kemaslahatan bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Beberapa item yang telah diuraikan sebelumnya merupakan solusi konkrit untuk pembangunan pertanian kita demi mewujudkan swasembada pangan nasional. Dan ke-semua item tersebut hanya dapat dilakukan dengan baik jika manusia-manusia pelaksanya, mulai dari pimpinan teras nasional, pimpinan puncak departemen, sampai pada petani, memiliki keteguhan moral yang kuat untuk menjalankan pekerjaan masing-masing dengan baik. Sepi dari moral yang tidak mendukung pembangunan termasuk KKN dengan kerabatnya, sehingga semua berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Terakhir, jika semuanya telah dipersiapkan dengan baik, dilaksanakan dengan baik, diawasi, dan dikendalikan dengan baik, kita wajib berdo’a dan memasrahkan semua yang dikerjakan tersebut kepadaNya, Sang Pencipta, Yang Maha Menentukan.

Dengan demikian kita dapat bekerja dan menjalani proses kehidupan, bekerja untuk membangun pertanian untuk mencapai Swasembada Pangan Nasional dibawah perlindunganNya, dengan penuh Rahmat dan Ridha Allah SWT. Amin.


Referensi :
Pendapatan Rumah Tangga Petani, 2004. Departemen Pertanian dan Biro Pusat Statistik.

Share This Article :

2 comments:

  1. Wynn Las Vegas - GoyangFC
    The iconic Wynn is a Las 먹튀 없는 사이트 Vegas landmark. Built 바카라규칙 in 1946, 레이즈 포커 the Wynn is 무료슬롯머신 a distinct architectural concept that has 먹튀 사이트 먹튀 프렌즈 changed over the years. This is one of

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkenan mengunjungi dan meninggalkan komentar di Blog ini. Setiap Saran & Kritik yang masuk akan kami jadikan sebagai bahan Evaluasi untuk perbaikan Blog ini.
CATATAN :
1. Untuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="code">KODE ANDA DISINI...</i>
2. Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DISINI...</i>
3. Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DISINI...</i>
4. Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DISINI...</b>

NB: Jika anda ingin menyisipkan kode diatas silahkan gunakan tool konversi kode terlebih dahulu untuk menampilkan kode tersebut pada kolom komentar.
Jika anda ingin berkomentar "BIASA", abaikan no 1-4

Copyright © 2013 Warung Sehati - All Rights Reserved

Modified by Machmudan Lubis is proudly powered